Rabu, 25 Juni 2014

maulud adat sesait

MAULID atau Maulud atau Maulidan pada hakekatnya adalah memperingati hari kelahiran junjungan alam Nabi kita Muhammad SAW, yang bertepatan dengan tanggal 12 rabiul awal. Namun bagi masyarakat di Desa Sesait Kecamatan Kayangan Lombok Utara, maulid bukan sekedar memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi sekaligus memperingati atau menapak tilasi proses penyebaran islam pertama di daerah tersebut. Sehingga acara maulid di desa yang bertetangga dengan “Kampung Budaya” Bayan tersebut umumnya terbagi dua yakni maulid Nabi Muhammad SAW dan Maulid Adat.

Sebagai putra asli dari desa sesait, saya merasa perlu berbagi cerita tentang pelaksanaan maulid adat warisan para leluhur kami yang sarat dengan nuansa budaya tersebut. Mudah-mudahan cerita ini bisa memberi sedikit penerang karena ada anggapan dari luar, bahwa maulid adat yang kami gelar lebih bernuansa animisme, ketimbang syi’ar Islam.
Disebut maulid adat karena lebih menitik beratkan pada acara adat yakni peringatan atau menapak tilas sejarah perkembangan islam di daerah Sesait dan sekitarnya ternasuk hingga ke Kecamatan Bayan, yang pada saat itu dan masih di jajah oleh kerajaan Hindu dari Bali (sebagian besar wilayah Lombok Barat masih dikuasai Kerajaan Kelungkung dan Karangasem). Kegiatan maulidan tersebut oleh para leluhur kami memang sengaja di kemas sebagai kegiatan budaya untuk mengelabui para penguasa (kerajaan Hindu) pada zaman itu.
Acara maulid adat biasanya di ikuti oleh seluruh warga desa yang ada di kecamatan Kayangan dan sekitarnya dalam satu waktu dan tempat yang sama secara bersama-sama. Proses pelaksanaannya pun tidak terlepas dari unsur-unsur adat, melalui berbagai tahapan yang memerlukan waktu cukup lama. Tahap Pertama: ‘Penentuan Praja Maulid’
Melalui rapat adat yang diadakan di balai adat yang disebut “kampu” dipilihlah 6 orang “praja maulid yang terdiri dari praja putri yakni 2 remaja yang belum aqil balig dan 2 wanita yang sudah menopause, serta dua praja laki-laki yang berasal dari anak remaja yang belum aqil balig dan seorang lelaki yang sudah menopause.
Praja merupakan tokoh sentral dan memiliki tugas khusus dalam pelaksanaan maulid adat. Praja putri bertugas mempersiapkan “dulang aji” atau dulang khusus pada acara puncak yang semua masakan di dalamnya harus tawar alias tidak boleh di beri garam. Karena itu sejak mereka terpilih sebagai praja putri, mereka diharuskan tinggal di dalam komplek rumah kampu selama persiapan hingga pelaksanaan maulid adat berakhir yang  biasanya berlangsung satu minggu.
Sementara praja putra bertugas menjaga “payung agung” yang berada di satu-satunya pintu masuk masjid tua atau masjid kuno, pada saat acara puncak maulidan. Payung agung yang terbuat dari kain putih tersebut merupakan simbol kesucian yang harus di jaga oleh setiap orang ketika hendak memasuki masjid sebagai tempat ibadah. Tahap kedua: “pengumpulan bahan makanan dan presean”
Hampir semua warga dari berbagai desa turut berpartisipasi dalam pelaksanaan maulid adat dengan menyumbangkan hasil bumi dan ternak mereka untuk acara puncak, termasuk kayu bakar untuk memasak, beras, ketan ternak dsb. Bahan-bahan tersebut di kumpulkan di dalam rumah kampu. Biasanya acara pengumpulan bahan berlangsung selama tiga hari hingga H-1. Batas pengumpulan bahan makanan bertepatan dengan kedatangan kelompok kesenian tradisional “gong dua” dari arah luar desa pada waktu matahari terbenam. Kesenian gong dua ini bertugas mengiringi proses maulid adat hingga selesai.
Kemudian pada malam harinya selepas Isya, gamelan gong dua mengiringi acara presean yang digelar di halaman masjid kuno. Permainan tradisional saling pukul dengan rotan ini diawali secara simbolis dengan pertarungan antara praja maulid putri, kemudian diteruskan dengan presean sesungguhnya yang menampilkan para “pepadu” dari berbagai desa. Acara presean biasanya berlangsung hingga terbit fajar di bawah cahaya bulan purnama.
 
Gambar 1: Perisean maulid adat pada malam hari.
Tahap ketiga:  Acara Puncak Maulid Adat
Puncak acara mauled adapt diawali dengan acara pencucian beras untuk dimasak pada pagi hari, yang melibatkan ratusan perempuan dari anak-anak hingga nenek-nenek berpakaian adat kebaya.  Masing-masing menjunjung beras didalam peraras (bakul kecil dari anyaman bambu) menuju sumber mata air yang terletak sekitar 2 kilometer di luar desa. Hal yang unik dari para pembesok beras ini adalah mereka diharuskan memakai pakaian adapt dan tidak boleh beralas kaki. Separuh perjalanan menunju dan kembali dari mata air, iring-iringan pencuci beras yang di pimpin praja maulid putri ini di iringi alunan musik tetabuhan gamelan tradisional “gong dua”. Beras yang sudah di cuci kemudian dikumpulkan kembali di dalam rumah kampu untuk dimasak secara bersama-sama oleh kaum perempuan.
Gambar 2: Iring-iringin besok beras yang baru keluar dari rumah Kampu
 
Gambar 3: Iring-iringan besok beras berangkat menuju mata air
 
Gambar 4: Penyambutan iring-iringan besok beras yang kembali dari mata air.
 
Gambar 5: Iring-iringan besok beras saat penyambutan kedatangan.
 
Sedangkan untuk memasak lauk ditugaskan kepada kaum laki-laki yang biasanya dikerjakan secara beramai-ramai di halaman masjid kuno. Jenis dan waktu penyembelihan ternak untuk lauk pun tidak sembarangan. Setiap empat tahun sekali warga menyembelih kerbau, sementara tiga tahun berikutnya hanya boleh menyembelih kambing, dan tahun keempat kembali memotong kerbau. Untuk bahan campuran lauk yang dimasak santan ini juga hanya diperbolehkan menggunakan buah pisang saba, atau dalam bahasa sesait disebut “puntik tawak”.
Selama rangkaian proses maulid adat, kaum perempuan menggunakan pakaian adat kebaya, sedangkan kaum laki-laki menggunakan sabuk penjong atau kain panjang dengan ujung kain menjuntai di bagian depan, lengkap dengan “dodot” atau sabuk selendangnya. Disamping itu laki-laki juga menggunkan ikat kepala “saput” atau udeng. Semua pakaian yang digunakan warga ini memang mirip bahkan sama seperti pakaian adat Bali. Hal itu memang di sengaja dengan maksud untuk menyamarkan kegiatan keagamaan tersebut agar tidak di larang oleh penguasa dari Bali yang menjajah pada waktu itu. Setelah masakan siap, kemudian di sajikan dalam wadah “dulang” yang terbuat dari kayu bersama berbagai macam jajanan dan buah-buahan hasil bumi untuk di naikkan ke masjid kuno pada acara puncak maulid adat yang berlangsung saat matahari tenggelam. Acara puncak diawali dengan kedatangan rombongan tokoh adat, tokoh agama dan tokoh pemerintahan serta warga untuk menghias masjid kuno. Rombongan ini dipimpin praja putra anak yang membawa payung agung
, bersama praja putra dewasa yang membawa gulungan kain putih. Payung agung ditempatkan di pintu masuk masjid dan dijaga oleh praja putra anak, sedangkan kain putih akan di bentangkan dari atas pintu hingga keatas mimbar masjid. Bentangan kain putih tersebut merupakan simbol awan putih yang selalu menaungi Nabi Muhammad SAW ketika berda’wah menyebarkan islam.
Didalam masjid kuno terdapat empat tiang utama yang disebut “soko guru” yang masing-masing di jaga dan di hias oleh empat pemimpin, yakni Musungan atau kepala desa menghias tiang bagian tenggara menggunakan warna merah melambangkan kekuasaan, Penghulu atau pemimpin agama menghias tiang barat daya menggunakan kain putih sebagai lambang kesucian, Mangku Bumi atau penguasa tanah/bumi menghias tiang bagian timur laut menggunakan warna biru, dan Jintaka atau penguasa pertanian menghias tiang bagian barat laut menggunkan warna kuning yang melambangkan kemakmuran. Seluruh rangkaian kegiatan menghias masjid kuno ini digelar bertepatan dengan waktu shalat ashar tiba dan berakhir saat matahari terbenam atau ketika tiba waktu sahalat magrib. Hal itu dimaksudkan untuk memudahkan para tokoh dan warga dapat mengerjakan shalat berjama’ah tanpa diketahui oleh penguasa hindu yang pada waktu itu melarang warga mengerjakan syari’at islam.
Usai shalat magrib berjama’ah barulah acara inti maulid digelar bersamaan dengan penyajian berbagai hidangan yang ditempatkan dalam dulang kayu. Sebelum acara zikir, do’a dan makan bersama, terlebih dahulu di berikan wejangan atau ceramah oleh tokoh agama tentang sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW dan kiprah beliau menyebarkan ajaran Islam hingga kedatangan Islam di desa tersebut yang konon di sebarkan oleh Sunan Kalijaga, yakni salah seorang anggota Wali Songo dari Jawa.
Gambar 6: Pengantaran dulang dari rumah Kampu ke Masjid Kuno
Selama proses puncak maulid adat yang kadang di barengi dengan alunan gong dan tari-tarian oleh sejumlah warga secara bergilir. Hal itu untuk mengingatkan warga bahwa tetabuhan dan tarian sengaja digelar untuk mengalihkan perhatian penguasa hindu pada waktu itu, agar tidak curiga dengan kegiatan keagamaan di dalam masjid.
Setelah acara maulid selesai di dalam masjid, barulah dilanjutkan dengan “begibung” yakni acara makan bersama seluruh warga di luar masjid, biasanya disekitar rumah kampu dan masjid kuno. Dulang-dulang dibuatkan berjejer rapid an kemudian warga berhadap-hadapan makan bersama. Karena banyaknya warga, acara makan bersama biasanya baru bisa terlayani semua dan selesai hingga tengah malam. Sebagai penutup rangkaian maulid adat, keesokan harinya di gelar acara syukuran sekaligus pencabutan status praja maulid yang berlangsung di dalam rumah kampu.
Demikian cerita singkat tentang maulid adat di desa Sesait, Lombok Utara, selanjutnya pelungguh senamian bisa menilai sendiri, apakah maulid adat yang di gelar masyarakat Lombok Utara termasuk kegiatan syi’ar Islam atau hanya tradisi adat belaka.  Setidaknya tulisan ini dapat menambah wawasan kita semua tentang keragaman budaya bangse sasak. Tabek!.

lambang dan makna logo lombok utara

Uraian makna logo secara lengkap dan implikasinya bagi pemakainya adalah sebagai berikut :
A. Makna Simbol :
1. Gunung Rinjani berwarna coklat merepresentasikan beberapa sibol yang melekat pada masyarakat Lombok Utara khususnya dan Lombok (sasak) pada umumnya, sebagai berikut :
a. Rinjani sebagai pusat kosmos yang merupakan orientasi kosmologis masyarakat Sasak pada umumnya dengan menyebutnya sebagai “daya”. Pusat kosmos dalam konsep masyarakat Sasak merupakan pusat kekuatan magnit bumi dan pusat kekuatan spiritualitas sehingga seluruh arah (dalam konteks peradaban) diorientasikan ke arahnya, misalnya dalam orientasi penataan ruang.
b. Rinjani sebagai simbol ekologis disebut sebagai pasak gumi yang menjamin keharmonisan kehidupan dalam kelestarian dan keseimbangan lingkungan.
c. Rinjani sebagai kebanggaan masyarakat Lombok Utara sebagai salah satu gunung berapi aktif yang termasuk dalam kategori tertinggi di Indonesia.
d. Warna coklat pada gunung rinjani merupakan keaslian warna tanah dan segala mineral yang dikandungnya menggambarkan kekokohan.
2. Bangunan Masjid Kuno Bayan berwarna merah menggambarkan integritas peradaban masyarakat Lombok Utara dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Bangunan Masjid Kuno Bayan menggambarkan tonggak peradaban masyarakat Lombok Utara yang dibangun berdasarkan kesadaran kosmos, kesadaran sejarah, kesadaran adat dan kesadaran spiritual.
b. Konstruksi Masjid Kuno Bayan terdiri dari kepala, badan dan kaki, menggambarkan dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah yang merupakan satu kesatuan dalam entitas kosmos masyarakat Lombok Utara.
c. Masjid Kuno Bayan, merupakan salah satu warisan budaya yang harus dipelihara sebagai situs cagar budaya yang berkontribusi dalam National Heritages.
d. Warna merah pada stilisasi bangunan masjid kuno bayan menunjukkan keberanian untuk menegakkan jati diri sebagai masyarakat budaya yang dibangun berdasarkan religiusitas yang kuat.
3. Lingkaran yang berwarna putih merah dan hitam menggambarkan kondisi sistem sosial masyarakat Lombok Utara yang dibangun secara fungsional dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Lingkaran melambangkan keutuhan masyarakat dalam dinamika yang tinggi namun tetap bertumpu pada poros yang satu.
b. Lingkaran juga melambangkan dinamika musyawarah masyarakat Lombok Utara yang mengakomodasi seluruh komponen masyarakat secara proporsional.
c. Warna putih, hitam dan merah diambil dari warna tiang sekenem yang digunakan dalam Upacara Gawe Ayu. Setiap warna menggambarkan kedudukan fungsional orang yang duduk pada tiang yang bersangkutan yaitu : warna putih untuk tokoh agama, warna hitam untuk tokoh adat dan warna merah untuk unsur pemerintah.
d. Kedudukan warna putih sebagai lingkar dalam karena paling dekat dengan inti yang menguasai kosmos. Umumnya para tokoh agama dalam masyarakat Sasak tradisional diyakini sebagai orang yang menguasai kosmos. Warna hitam fungsi adat sebagai penunjang dalam sistem kosmologi Sasak, terutama di Lombok Utara. Lembaga adat, pranata adat keseluruhannya diorientasikan untuk menjamin keharmonisan kosmos. Warna merah diletakkan pada lingkar paling luar karena secara fungsional komponen pemerintah memang berfungsi operasional dan menangani aspek-aspek teknis pragmatis dalam membangun tatanan masyarakat Lombok Utara.
4. Bintang bersegi lima melambangkan masyarakat Lombok Utara adalah masyarakat yang religius (berke -Tuhan- an Yang Maha Esa) , dalam bingkai Ideologi Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Padi dan Kapas yang terikat menggambarkan kesejahteraan yang dituju oleh masyarakat Lombok Utara yaitu kesejahteraan yang berkeadilan, dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Bulir padi berjumlah 21 menggambarkan tanggal 21 yaitu tanggal pengundangan berdirinya Kabuaten Lombok Utara.
b. Tali ikatan berjumlah 7 putaran menggambarkan bulan ke 7 yaitu bulan Juli bulan pengundangan berdirinya Kabupaten Lombok Utara.
c. Bunga kapas berjumlah 8 kuntum menggambarkan tahun 2008 tahun pengundangan berdirinya Kabupaten Lombok Utara.
d. Tanggal 21 Juli 2008 ditetapkan sebagai hari lahirnya Kabupaten Lombok Utara yang diperingati setiap tahun.
6. Sesanti “Tioq Tata Tunaq” merupakan cerminan kepribadian dan semangat kerja masyarakat Lombok Utara dengan penjelasan konsepsional sebagai berikut :
a. Tioq berarti tumbuh yang bermakna bahwa masyarakat Lombok Utara menerima anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai modal dasar yang harus disyukuri dan dipertanggungjawabkan. Segala sesuatu yang ada melekat pada diri seseorang maupun diluar diri seseorang yang menunjang kehidupan adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa yang tumbuh pada lahan Rahman Rahim – kasih sayang Nya. Tidak mungkin adanya sesuatu tanpa kasih sayang Tuhan Yang Maha Esa, walaupun
b. Tata berarti atur dalam konteks ini bermakna mengelola kehidupan dan segala sumberdaya yang dianugerahkan oleh Tuhan dengan bertanggungjawab kepada Tuhan dan generasi mendatang serta diorientasikan untuk membangun kesejahteraan bersama. Tata juga mengandung makna sistem yang dibangun untuk membangun harmoni antara manusia dengan sesama, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan.
c. Tunaq berarti menyayangi, memelihara, mendayagunakan secara maksimal, tidak menyia-nyiakan seluruh potensi dan sumberdaya yang dianugrahkan baik yang melekat pada individu maupun sumberdaya budaya, sosial dan sumberdaya alam.
B. Pilihan dan Makna Warna :
Pertimbangan pilihan warna disamping memperhatikan aspek-aspek filosofis warna, juga memperhatikan irama dan keserasian warna serta kesan keseluruhan dalam sebuah logo.
1. Pilihan Warna :
a. Pilihan warna berdasarkan warna yang banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat Lombok Utara.
b. Warna-warna tersebut diatur dalam komposisi senada yang berkaitan satu sama lain sehingga membangun satu keutuhan yang kompak.
c. Warna dasar dipilih yang memiliki kekuatan tetapi tidak menyerap warna lain, dalam hal ini warna hijau tidak digunakan oleh Kabupaten / Kota lain di NTB sehingga menonjol, memiliki filosofi yang kuat sesuai dengan karakter geografis Lombok Utara dan tidak menyerap kekuatan warna lain sehingga warna lain dalam logo itu tetap muncul.
2. Makna Warna :
a. Warna Merah dan putih pada nama Kabupaten Lombok Utara melambangkan bendera merah putih.
b. Warna hijau pada latar logo melambangkan kesuburan dan kemakmuran.
c. Warna hitam di dalam lingkaran berarti keajegan, kekuatan serta kearifan lokal.
d. Warna coklat pada gunung Rinjani adalah warna asli tanah dan mineral yang dikandungnya, yang melambangkan kekokohan.
e. Warna merah pada masjid kuno Bayan melambangkan keberanian untuk menunjukkan dan mengukuhkan jati diri kebudayaan masyarakat Lombok Utara, keberanian untuk menghadapi peradaban dan keberanian untuk menegakkan nilai-nilai religiusitas dan tradisionalitas dalam peradaban masyarakat modern.
f. Warna Hitam, merah dan putih pada lingkaran melambangkan 3 unsur kepemimpinan dalam masyarakat yaitu kepemimpinan agama, adat dan pemerintah
g. Warna kuning berarti keagungan.
C. Makna keseluruhan :
Berdasarkan uraian makna yang terinci di atas, maknakeseluruhan lambang / Logo Kabupaten Lombok Utara adalah :
1. Masyarakat Lombok Utara adalah masyarakat yang setia dan patuh pada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Masyarakat Lombok Utara adalah masyarakat yang memiliki integritas kepribadian yang dilandasi tradisi, reliligiusitas dan kesadaran kosmos sebagai modal dasar untuk membangun kesejahteraan bersama dalam lingkaran tatanan dan pranata sosial yang ditaati bersama.

fasilitas akpar mataram

Ini beberapa fasilitas-fasilitas yang di sediakan oleh akpar mataram untuk menunjang kegiatan mahasiswa disini


BAR DAN RESTAURAN AKPAR MATARAM
Restoran dan Bar Akpar Mataram ini merupakan salah satu tempat praktik mahasiswa selain kitchen yang berada tepat dibalakang ruang restaurant dan bar tersebut. Ruangan ini merupakan ruang praktik yang khusus digunakan oleh mahasiswa yang mengambil jurusan perhotelan food and beverage. Restoran ini juga di lengkapi dengan fasilitas-fasilitas restoran seperti aslinya yang kita bisa temukan di industri, dan di barnya juga telah disediakan minuman baik alcohol maupun non alcohol yang sewakktu waktu akan dibutuhkan apabila mahsiswa akan melakukan  praktik ataupun tugas dari dosennya masing masing.
CAFE AKPAR MATARAM

Salah satu fasilitas yang disediakan akpar mataram untuk mahasiswa dan staf agar bisa mengisi waktu dengan makan dan minum
 MUSHOLA AKPAR MATARAM

Mushola ini biasa di gunakan untuk mahasiswa dan staf di kampus akpar mataram untuk menunaikan ibadah sholat bagi yang muslim
TEMPAT PARKIR AKPAR MATARAM

Tempat parkir ini di fungsikan untuk tempat parkir para mahasiwa Akpar Mataram
 PERPUSTAKAAN AKPAR MATARAM

Perpustakan Akpar Mataram adalah sebuah ruangan khusus  di Akpar yang digunakan oleh para mahasiswa untuk menambah pengetahuan atau berdiskusi mengerjakan tugas kelompok,  perpustakanan ini merupakan salah satu fasilitas yang dapat kita temukan di Akpar 

KITCHEN AKPAR MATARAM

Dapur Akpar Mataram adalah sebuah ruangan khusus di Akpar yang digunakan oleh mahasiswa untuk praktek food and beverage product

SEJARAH AKADEMI PARIWISATA MATARAM

SEJARAH AKADEMI PARIWISATA MATARAM

Sejalan dengan perkembangan kawasan wisata di NTB, maka tuntutan akan kebutuhan tenaga kerja pariwisata kian meningkat. Dengan mempertimbangkan aspek potensi dan kearifan lokal serta rasa keterpanggilan pengurus yayasan untuk berperan aktif dalam mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja pariwisata, maka pada tahun 1986 pengurus yayasan bekerja sama dengan Yayasan Kertha Wisata Denpasar membentuk Yayasan Kertha Wisata Cabang Mataram mendirikan Pusat Pendidikan Perhotelan dan Pariwisata Bali (P4B) Cabang Mataram di bawah izin Departemen Tenaga Kerja dengan membuka Program Vocational Training (Voctra), yaitu program 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun (sebagai cikal bakal dari Akademi Pariwisata Mataram sekarang).

Melihat kenyataan perkembangan Pariwisata NTB yang sangat prospektif dan kebutuhan tenaga kerja meningkat termasuk kebutuhan lulusan Diploma III, maka yayasan bertekad lebih berperan aktif dalam memajukan kepariwisataan di NTB melalui penyiapan sumber daya manusia (Human Resources) yang berupa tenaga terdidik profesional di bidang kepariwisataan. Untuk itu, melalui surat keputusan Yayasan Kertha Wisata cabang Mataram nomor: 001/YKW/M/I/1987 tanggal 04 Januari 1987 didirikan Akademi Perhotelan dan Pariwisata Mataram (APPM) secara resmi. Selanjutnya melalui surat permohonan pendirian APPM No. 007/YKW/M/2/1987 tanggal, 15 Februari 1987 disampaikan kepada Kopertis Wilayah VIII di Denpasar untuk memperoleh status terdaftar. Proses ini akhirnya menemui jalan buntu karena adanya Surat Keputusan Bersama Mendikbud dan Menparpostel yang menetapkan izin pendirian hanya 2 Akademi Pariwisata di Denpasar untuk wilayah Indonesia Timur. Atas saran Mendikbud melalui Kopertis Wilayah VIII, akhirnya status APPM dijadikan kelas filial dari Akademi Pariwisata Denpasar yang berada di bawah naungan Yayasan Kertha Wisata Denpasar.

Akademi Perhotelan dan Pariwisata Mataram sampai tahun 1994 belum mempunyai status, akhirnya yayasan memutuskan untuk tidak lagi menerima mahasiswa baru padahal peminatnya terus meningkat. Hal ini didasarkan atas surat edaran Mendikbud yang tidak memperkenankan PTS menerapkan sistem kelas filial. Kondisi ini tidak menyurutkan semangat para pengelola yayasan untuk terus memperjuangkan berdirinya Akademi Pariwisata Mataram agar mempunyai status terdaftar yang diharapkan menjadi kebanggaan masyarakat NTB. Selanjutnya, yayasan mengeluarkan surat keputusan dengan Nomor: SK-002/YKW-M/IX/95 tanggal 25 September 1995 tentang pendirian Akademi Pariwisata (AKPAR) Mataram.

Dengan memperhatikan saran Kopertis Wilayah VIII yang mensyaratkan pendirian PTS harus bernaung di bawah yayasan yang berdiri sendiri (bukan berstatus cabang), maka atas persetujuan Yayasan Kertha Wisata Pusat Denpasar dengan Surat No. SK: 351/YKW/XI/95, Yayasan yang pada mulanya berstatus cabang dilakukan perubahan menjadi Yayasan Kertha Wisata Mataram melalui akte notaris Lalu Sribawa, S.H. dengan Nomor: 148 tanggal 25 Desember 1995. Yayasan Kertha Wisata Mataram dengan surat nomor: B-016/YKW-M/IV/96 tanggal 4 April 1996, secara resmi mengajukan permohonan pendirian Akademi Pariwisata Mataram kepada Mendikbud RI melalui Kopertis Wilayah VIII Denpasar. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Team Akreditasi yang dipimpin langsung oleh Koordinator Kopertis Wilayah VIII Denpasar Bapak Ir. Bagus Ketut Lodji, MS, maka pihak Kopertis Wilayah VIII mendukung sepenuhnya pendirian Akademi Pariwisata Mataram dengan Surat Keputusan No: 2384/008/KL/1996 tanggal 05 Juli 1996.

Perhatian pihak pemerintah pusat terhadap perkembangan dan pertumbuhan kepariwisataan di NTB begitu besar, hal ini terbukti melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia segera menindaklanjuti usulan pendirian Akademi Pariwisata Mataram dengan mengeluarkan status terdaftar kepada Akademi Pariwisata (AKPAR)Mataram dengan Keputusan Mendikbud Nomor: 04/D/O/1996 tanggal 16 januari 1997. Keputusan status terdaftar tersebut diberikan untuk jenjang pendidikan Program Diploma III yang meliputi Program Studi Perhotelan dan Program Studi Usaha Perjalanan Wisata(UPW). Dengan SK status terdaftar tersebut, maka sejak itu Akademi Pariwisata (AKPAR) Mataram resmi menjadi Lembaga Pendidikan Pertama untuk tingkat akademi di NTB yang berada di bawah naungan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Setelah menempuh perjalanan panjang dan penuh liku-liku, dan di saat meniti perjalanan dan perkembangan Akademi Pariwisata Mataram, pengurus Yayasan Kertha Wisata Mataram menerima surat dari yayasan Kertha Wisata Denpasar dengan Nomor: B:245/YKW/I/1997 tanggal 04 Januari 1997 tentang pemberlakuan sertifikat hak paten untuk yayasan itu, yang pada prinsipnya agar lembaga lain tidak menggunakan nama yang sama. Berdasarkan surat tersebut, Pengurus Yayasan Kertha Wisata Mataram mengadakan rapat dengan keputusan untuk mengubah nama Yayasan Kertha Wisata Mataram menjadi Yayasan Kertya Wisata Mataram yang kemudian dituangkan dalam bentuk Akte Notaris Eddy Hermansyah, S.H. Nomor: 51 tanggal 19 Agustus 1998.
Dengan hadirnya akte baru tersebut, maka sejak itu pula yayasan secara resmi menjadi Yayasan Kertya Wisata Mataram sebagai yayasan mandiri yang menaungi dua lembaga, yakni 1) Pusat Pendidikan Perhotelan Bali (P4B) Cabang Mataram dengan Program Satu Tahun (Setara DI) di bawah izin Depnaker, dan 2) Akademi Pariwisata Mataram di bawah izin Depdiknas dengan program studi: 1) Usaha Perjalanan (UPW) jenajang D3, dan 2) Perhotelan, dengan jenjang D3. Selanjutnya untuk tujuan efisiensi, Program Satu Tahun P4B Cabang Mataram diintegrasikan menjadi Program DI Perhotelan pada Akademi Pariwisata Mataram berdasarkan SK Dirjen Dikti Depdikbud RI Nomor: 361/DIKTI/Kep/1998 tentang Penyelenggaraan Program studi, jenjang D1 dan D2 di lingkungan Perguruan Tinggi Swasta. Dengan demikian, sejak itu Yayasan Kertya Wisata Mataram hanya menaungi Akademi Pariwisata (AKPAR) Mataram dengan dua program studi, yakni Perhotelan, jenjang D1 dan D3, sementara itu untuk Usaha Perjalanan Wisata, dengan jenjang D3.

Pada tahun 2004 dan 2005 Akademi Pariwisata Mataram memenangkan Hibah Kompetisi A-1 dan tahun 2006 memperoleh PHK-PMP dari Dikti. Pada tahun 2006/2007 Akademi Pariwisata Mataram membentuk Lembaga Penjamin Mutu (LPM) sebuah lembaga independen internal yang berfungsi mengukur mutu input, proses, dan keluaran. Lembaga ini dibentuk untuk memenuhi harapan berbagai pihak sebagai perwujudan akuntabilitas publik secara internal. Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik secara eksternal, Akpar Mataram dapat membuktikan dirinya melalui penilaian BAN-PT terhadap Program Studi Perhotelan, dengan jenjagn D3, terakreditasi dengan nilai B pada tahun 2008. Sementara itu untuk Program Studi Usaha Perjalanan Wisata, jenjang D3 sedang dipersiapkan untuk akreditasinya.
Pada tahun ini (tahun akademik 2010/2011) mahasiswa terdaftar di Akademi Pariwisata Mataram berjumlah 323 orang dengan perincian: Prodi Perhotelan, jenjang D3 231 orang, sedangkan Prodi UPW jenjang D3 sebanyak 92 orang seperti nampak pada Tabel 3.1 baik Prodi Perhotelan dan UPW, telah meluluskan mahasiswa sebanyak 601 orang secara rinci dapat dilihat padaTabel 3.2.

Hingga saat ini Akademi Pariwisata Mataram telah memiliki 28 orang dosen tetap dan  dibantu 20 orang dosen tidak tetap, seperti tampak pada Tabel 3.3, dan Tabel 3.4 Tenaga pendukung, yaitu Pustakawan, teknisi, laboran dan CS sebanyak 12 orang, dapat dilihat pada Tabel 3.5. Akademi Pariwisata Mataram telah memiliki Jurnal Ilmiah “HOSPITALITY” dengan nomor ISSN 1693-4695 yang terbit 2 kali dalam setahun. Jurnal ilmiah ini merupakan sarana bagi para dosen untuk menuliskan artikel hasil penelitian.

Akademi Pariwisata Mataram mempunyai sarana pendukung, seperti ruang kuliah, ruang dosen, dan ruang-ruang lainnya. Alat bantu perkuliahan juga sudah tersedia berupa OHP, Laptop dan LCD Projector yang penggunaannya oleh masing-masing dosen diatur oleh Akademi. Hingga saat ini Akademi Pariwisata Mataram telah memiliki perpustakaan sendiri, menggunakan luas ruangan 60 m2, dengan jumlah koleksi pustaka utama dan penunjang sebanyak  4.760 exemplar.

taman akpar mataram

Ini adalah taman akpar Mataram. Akpar memiliki taman yang terletak di depan kampus akpar yang memiliki berbagai macam tanaman hias diantaranya yaitu tanaman bunga dan berbagai macam tanaman lainnya.

Taman ini terletak di tengah-tengah kampus akpar, dimana sebelah pinggir-pinggir tanaman dijadikan sebagai jalur keluar masuknya mahasiswa, dosen, staff dampai tamu-tamu yang datang kekampus akpar Mataram di rawat sebaikmungkin untuk menjadikan kampus ini lebih indah dan cara merawatnyapun sangat diperhatikan serta taman ini dirawat oleh ahli pertamanan yang mampu menjadikan taman seindah mungkin.
 Taman akpar juga menajdi salah satu keunggualn dari kampus akpar dimana disaat pertamakali memasuki kampus akpar kita sudah dimanjakan oelh keindahan taman akpar yang berada disekitar jalanan menuju masuk kampus  akpar taman.

KITCHEN AKPAR MATARAM

ni merupakan lab kitchen akpar mataram tempat praktek untuk jurusan perhotelan khusunya di bagian kitchen, lab kitchen ini juga berdampingan dengan lab bar alat alat seperti kompor,oven ,kulkas ,dan semua lengkap ada di lab kitchen ini sampai pada hexos (penetralisir udara), saat kita melaksanankan praktek di tempat ini juga kita di ajarkan untuk mengolah makanan yang berhubungan dengan hot kitchen, cool kitchen (Pastry & bakrie).




Inilah saat suasana praktek di kithen berlangsung tepatnya ini pada saat praktek mengolah makanan, semua siswa di ajarkan membut bermacam makanan mulai dari yang modern sampai tradisional untuk di cetak  menjadi seseorang yang profesional dalam bidangnya, dosen yang mengajar di dalam bidang ini bernama Bapak Lahmudin dan Bapak Yulendra, mereka adalah bukan lain alumni akpar mataram, dan bapak Lahmudin sekarang bekerja di salah satu hotel berbintang di lombok ini khususnya berada di kawasan senggigi dan sekarang menjadi dosen praktisi di kampus akpar mataram sampai saat ini.

Ruang kelas akpar mataram

Ruang belajar di kampus akpar mataram sangat nyaman, masing-masing mahasiswa  duduk di bangku sendiri yang ergonomis dengan tertib dan rapi. Ruang belajar yang dilengkapi dengan kipas angin membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebih nyaman.



 Di dukung dengan dosennya yang memiliki usaha dan tekad yang kuat untuk menjadikan mahasiswanya  sebagai mahasiswa yang berdaya saing tinggi membuat para dosen tidak pernah lelah menjadikan kita sebagai mahasiswa yang berkopeten dalam bidangan jurusan yang kita geluti. Proses belajar mengajar yang diberikan sangat memuaskan.Didukung juga dengan mahasiswa yang  begitu aktif dalam berdiskusi dan beragumen. Yaa walaupun kadang ada mahasiswa yang suka ribut di kelas tapi itu tidak menghalangi proses belajar mengajar di kelas.